Friday, December 9, 2011

Haji Mabrur

 Oleh :  Uti Konsen.U.M.
           
  Seluruh jemaah haji, pasti mengharapkan meraih haji mabrur. Sebab Rasulullah saw bersabda, “Wal hajjul mabrur laisa lahu jazaa-un illal jannah “- Haji mabrur itu tak ada balasannya kecuali surga. Berkenaan dengan hadis tentang kemabruran haji itu ada riwayat yang menyebutkan adanya pertanyaan para sahabat Nabi SAW yang menyebut-nyebut tentang haji mabrur itu. “ Wamaa birrul hajji ya Rasulullah?“.  “Apakah kemabruran haji ya Rasulullah?“  Dan ternyata jawaban Rasulullah saw tidak berhubungan dengan thawaf, sa’i dan sebagainya itu. Tetapi , justru yang ada hubungannya dengan pergaulan dengan sesama jamaah yang sama-sama beribadah, seperti menebarkan salam dan memberikan pertolongan.

Bila riwayat ini dianggap dhaif, kilah A.Mustofa Bisri dalam bukunya ‘Membuka Pintu Langit‘ kita masih bisa menyimak sunnah Rasul saat melakukan ibadah haji. Bagaimana sikap tawadu’, kemurahan, kelembutan dan hal-hal lain yang menunjukkan penyerahan diri beliau sebagai hamba Tuhan dan teposliro beliau kepada hamba-Nya. Misalnya dalam mencium Hajar Aswad itu, hukumnya paling tinggi adalah sunnah, tetapi ada di antara  mereka sampai tega menyikut saudara-saudara mereka sendiri kanan kiri. Bagaimana melakukan sunnah dengan berbuat yang haram? Nah jika ingin haji mabrur, jagalah hubungan baik dengan Allah dan dengan sesama hamba Allah, lanjut A.Mustofa Bisri.
    Menurut Syekh Ali Ahmad Al Jarjawi, salah seorang ulama Al Azhar, dalam ibadah haji terdapat pendidikan moralitas dan mentalitas. Allah swt berfirman, “Supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang telah Allah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebagian dari padanya dan (sebagian yang lain) berikanlah untuk dimakan orang-orang sengsara lagi fakir“ (Al Hajj ( 22 ) : 28). Ayat tersebut mengisyaratkan kesatuan makna antara kepedulian terhadap ibadah ritual dan sosial. Yang satu untuk Allah lainnya untuk sesama. Disinilah tampak adanya  keseimbangan. Jadi makna mabrur ialah nilai yang diterima di sisi Allah dan mampu memberi implikasi sosial terhadap pelakunya. ”Haji bukan sekedar ritual personal, melainkan lebih berdemensi sosial.

Haji bukan semata gelar maupun predikat sosial. Ia adalah puncak kedewasaan mental spiritual  seorang manusia,“ demikian antara lain tutur Deni Albar dalam tulisannya ‘Menggapai Haji Manbrur.‘  Maka wajarlah  kalau Dr. Syekh Yusuf Qardhawy mengusulkan dana haji dialihkan untuk jihad, karena membela eksistensi umat Islam secara jama’i lebih penting daripada melaksanakan kewajiban yang sifanya personal (Karena waktu itu sedang terjadi pembantaian umat Islam di Bosnia oleh kaum musyrikin). Salah seorang penulis buku Islam yang sangat terkenal di Timur Tengah, sahabat Dr.Yusuf Qardhawy yang bernama Fahmi Huwaidi, yang menulis makalahnya sertiap hari Selasa, mengatakan secara terang-terangan kepada kaum muslimin  pada waktu itu “Sesungguhnya upaya penyelamatan kaum Muslimin  Bosnia lebih utama daripada kewajiban  ibadah haji sekarang ini.“ Ketika ada yang menanyakan argumentasi  ungkapan beliau itu, Ia menjawab  “Ada ketetapan syariah yang menyatakan bahwa kewajiban yang perlu dilakukan dengan segera harus didahulukan atas kewajiban yang bisa ditangguhkan.”

Ibadah haji dalam hal ini kata beliau, adalah ibadah yang mungkin ditangguhkan. Sedangkan  penyelamatan kaum Muslimin Bosnia dari ancaman yang akan  memunsnahkan mereka karena kelaparan, kedinginan dan penyakit dari satu segi, dan pemusnahan secara massal dari segi yang lain merupakan kewajiban yang harus segera dilaskanakan.

Tindakan penyelamatan itu tidak dapat ditangguhkan dan tidak dapat ditunda-tunda lagi. (Buku Fiqh Prioritas oleh Dr.Yususf Al Qardhawy halaman 16). Jadi  Haji mabrur adalah haji yang tak peduli simbol  budaya kosmetik, individualistik, melainkan sebuah dorongan murni peningkatan kualitas kemanusiaan seseorang secara individu maupun sosial (ijtima’i). Sebagai rukun  terakhir bagi kesempurnaan seorang Muslim, ibadah haji menjadi titik sinergis antara kesalehan ritual dan kesalehan sosial . Rasulullah saw menegaskan, “Barang siapa yang berniat haji karena Allah, kemudian ia tidak bercakap kotor dan berlaku jahat, maka kondisinya bagai bayi yang baru dilahirkan ibunya“ (HR.Bukhari). Wallahualam. **

No comments:

Post a Comment